Penghujung Oktober




Penghujung Oktober telah tiba, dan cuaca pun mulai terasa berubah. Sambutan pertama pada pergantian bulan ini adalah hujan yang terburu, seakan-akan langit telah memutuskan untuk memberikan sapaan segar setelah panas yang menyengat tak henti. Maka pada malam di terminal pasar Senen yang masih tersisa teriknya seolah didinginkan oleh rintik-rintik hujan yang membasahi tanah.

Saya setengah berlari menuju bis Transjakarta dari Stasiun Pasar Senen setelah makan malam bebek yang terasa alot. Adalah pengalaman yang berharga, makan malam di gerobak, masih dengan mengenakan seragam lalu memerhatikan orang lalu lalang, bahkan ada yang bertanya dimana letak stasiun Pasarsenen. Di titik itu, saya merasa hidup ini lebih berarti. Saya dapat merasakan, ketika penumpang yang terburu mendapat titik terang akan kemana titik tujuannya di stasiun, adalah setengah kekuatiran yang telah terjawab.

Sesampainya di bis, saya disapa sopir. Saya penumpang satu-satunya!. Ia mengenali saya karena mengenakan pakaian oranye yang sorenya menumpang bisnya. Kadang kebetulan -kebetulan kecil seperti itu menjadi alasan untuk sekedar menyapa sesama manusia yang menunggu waktu bekerjanya usai. Tujuan saya menumpang bis (alih alih ojek online) adalah ingin menikmati sepenuhnya transportasi publik yang nyaman, murah, dan ramah lingkungan.

Hujanpun datang dengan deras.

Terkadang, kita hanya melihat hujan sebagai sekadar air yang turun dari langit. Namun, jika kita benar-benar meresapi momen ini, hujan ternyata adalah kombinasi dari berbagai hal. Konon katanya, satu persen adalah air yang sejati, tetapi sembilan puluh persen sisanya adalah rinai yang lembut, ketukannya teratur.

Sembilan persen yang tersisa adalah keriangan yang tak terhitung jumlahnya, orang bisa saja merayakan dengan secangkir teh dengan sepiring singkong rebus. Tetapi keriangan akan hujan datang, mengalirkan kesegaran. Lelah saya terhibur.

Malam Penghujung Oktober itu saya rayakan dengan mewah. Saya merasa seperti orang paling beruntung. Saya disopiri seorang diri dari Pasarsenen ke Gondangdia. Kemewahan yang saya rasakan adalah waktu ketika bisa merasakan kesejukan dan keindahan hujan dalam bis itu. Terkadang, kebahagiaan terbesar dapat ditemukan dalam hal-hal yang paling kecil dan sederhana. Seharga tigaribulimaratus rupiah dan sedikit keberuntungan.

Jadi, di malam penghujung Oktober ini, saya tidak punya puisi apapun. Fisik dan mental saya terasa lelah. Ada banyak hal yang belum saya tuliskan, tetapi begitu bukan hidup? Lembar-lembar perjalanan kadang begitu menyenangkan atau mengecewakan. Menariknya, itulah yang membuat hidup menjadi seharusnya lebih punya warna baru, punya rasa baru, juga aroma baru.

Saya tiba di Gondangdia, hujan telah berhenti. Saya hanya menikmati keajaiban yang sangat sebentar. Kejadian itu mengingatkan Saya bahwa kehidupan ini penuh dengan kejutan yang indah, asalkan mau membukakan hati dan mata untuk menapak jalan-jalan baru, menuju perjalanan batin yang baru.



Selamat mengakhiri penghujung Oktober dan menyambut bulan November yang konon hujan!